23 Oktober 2012

Andai Saya Menjadi Ketua KPK



Jika Taufiequrachman Ruki (Mantan Ketua KPK 2003-2007) berasumsi bahwa "corruption by needs" (korupsi karena kebutuhan), "corruption by greeds" (korupsi karena keserakahan) atau "corruption by opportunities" (korupsi karena kesempatan) maka saat ini saya berasumsi bahwa korupsi merupakan keserakahan karena adanya kesempatan untuk memenuhi kebutuhan yang tak habis-habis.
Dewasa ini kita temukan bahwa tindak korupsi di Indonesia telah mewabah keseluruh golongan masyarakat mulai dari masyarakat golongan atas hingga masyarakat golongan bawah. Bahkan bukan hanya lembaga keuangan negara namun lembaga pendidikan, lembaga keagamaan dan lembaga peradilan di Indonesia pun juga tak lepas dari tindak korupsi.
Sejak tahun  2003 silam,  KPK sebuah Institusi pemberantasan korupsi Indonesia atas prestasi-prestasinya layak mendapatkan acungan jempol dan apresiasi dari seluruh masyarakat Indonesia. Sebut saja penangkapan Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani dalam kaitan penyuapan kasus BLBI Syamsul Nursalim. Kemudian juga penangkapan Al Amin Nur Nasution dalam kasus persetujuan pelepasan kawasan Hutan lindung Tanjung Pantai Air Telang, Sumatera Selatan. Hingga baru-baru ini penangkapan mantan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Wa Ode Nurhayati, yang divonis enam tahun penjara dan denda 500 juta rupiah subsider kurungan enam bulan. Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) karena terbukti bersalah dalam dua dakwaan sekaligus, yakni tindak pidana korupsi (tipikor) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Melihat prestasi diatas tak dapat dipungkiri bahwa di belakang KPK terdapat sosok peminpin-peminpin hebat. Maka seandainya saya menjadi ketua KPK:
·         Hal pertama yang ingin saya lakukan ketika menjadi ketua KPK tak lain menjadikan korupsi sebagai musuh bagi diri saya sendiri (self development).
·         Menggunakan Total Quality Control untuk mengontrol kualitas seluruh tata kehidupan  di dalam KPK dan Non KPK dalam penanaman kesadaran antikorupsi. Sehingga diperlukan 1. system control 2. orang yang mengontrol 3. Pelaksanaan control terhadap nilai dan system yang ada di KPK dan Non KPK dalam penanaman kesadaran antikorupsi. Melalui lapisan masyarakat Indonesia yang secara garis besar mencakup tiga lapisan. Lapisan terkecil adalah keluarga kemudian pendidikan dan terakhir lapisan agama. Maka dari itu saya merasa perlu bilamana KPK melakukan kerjasama kepada tiga lapisan masyarakat tersebut dalam pembinaan penanaman kesadaran antikorupsi.
Misal:
1.      Dalam keluarga, menjadikan orang tua panutan dalam keluarga dalam penanam kesadaran anti korupsi.
2.      Dalam lembaga pendidikan, menjadikan pendidik panutan dan ahli dalam menanamkan nilai-nilai kesadaran antikorupsi pada anak didiknya sesuai umur dan tingkatan jenjang pendidikan masing masing anak didik untuk meningkatkan moral bangsa.
3.      Lembaga keagamaan, menjadikan lembaga-lembaga keagamaan lembaga terbersih yang bebas korupsi sehingga menjadi panutan para pengikutnya dalam mengajarkan kepada setiap penganutnya nilai-nilai keagamaan yang menjelaskan tentang larangan terhadap tindak korupsi karena merupakan perbuatan dosa yang harus dihindari dan dijauhi, serta agar terhindar dari ateisme praktis dimana secara tak langsung para penganut agama dengan sendirinya tidak mengakui keberadaan Tuhan melalui pengabaian hukum moral dalam diri mereka.
·         Menjadikan diri saya sebagai public figure yang antikorupsi dan menciptakan public figure dalam masyarakat yang kelaknya dapat dijadikan kader untuk pembasmian korupsi di Indonesia kedepan.
·         Memberikan hukuman yang seberat-beratnya bagi para koruptor atas tindakan luar biasa (extra ordinary crime) sesuai dengan wewenang yang dimiliki KPK.
Dengan ini saya berharap KPK menjadi institusi terbersih terjujur dan teradil, sehingga menjadi ujung tombak martabat Negara Indonesia yang anti korupsi.

1 komentar:

http://lombablogkpk.tempo.co/index/tanggal/201/Abdurrahman%20Mulia.html

Posting Komentar